Jumat, 16 Desember 2011

Implementasi Tujuan dan Fungsi Hukum di Indonesia
            Dunia akan lebih kacau seandainya hukum tidak ada, tidak berfungsi lagi atau kurang berfungsi. Pelaksanaan hukum di Indonesia sering dilihat dalam pandangan yang berbeda oleh masyarakat. Hukum sebagai dewa penolong bagi mereka yang diuntungkan, dan hukum sebagai hantu bagi mereka yang dirugikan. Hukum yang seharusnya bersifat netral bagi setiap pencari keadilan atau bagi setiap pihak yang sedang mengalami konflik, seringkali bersifat diskriminatif, memihak kepada yang kuat dan berkuasa. Pengembalian kepercayaan masyarakat terhadap hukum sebagai alat penyelesaian konflik dirasakan perlunya untuk mewujudkan ketertiban masyarakat Indonesia, karena euphoria “reformasi” menjadi tidak terkendali dan cenderung menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri.
Permasalahan hukum di Indonesia terjadi karena beberapa hal, baik dari sistem peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum. Diantara permasalahan di atas, yang paling disoroti adalah penegakan hukum itu sendiri. Penegakan hukum adalah suatu proses yang sudah ditentukan dalam norma-norma hukum positif, dimana dalam proses tersebut harus dilalui tahapan-tahapan agar penegakkan hukum dapat menghasilkan keadilan dan kepastian hukum.
Inkonsistensi penegakan hukum di atas berlangsung terus menerus selama puluhan tahun. Masyarakat sudah terbiasa melihat bagaimana law in action berbeda dengan law in the book.
    Hukum di Indonesia belum berlaku sesuai dengan seharusnya, dimana pemberian hukum masih pandang bulu. Misalnya saja ketika pejabat negara melakukan korupsi mereka masih tetap bisa merasakan udara bebas tanpa perlu mendekam di penjara yang pengap, kalaupun harus dipenjara mereka  akan mendapatkan fasilitas yang jauh dari keadaan penjara yang sebenarnya. Dimana mereka bisa menikmati kasur yang empuk, dinginya AC, tetap bisa mengoperasikan hp, fasilitas kamar mandi di dalamnya seperti halnya di hotel. Sementara apabila rakyat kecil yang melanggar hukum, mereka akan dikenai sanksi yang berat. Misalnya saja seorang nenek yang ketahuan mengambil piring majikannya harus dihukum selama 5 bulan. Apabila dipandang dari sisi kemanusiaan hal ini sangat tidak manusiawi, dimana seorang nenek yang hanya mengambil sebuah piring harus dihukum 5 bulan penjara sedangkan para pejabat yang melakukan korupsi terhadap uang negara dalam jumlah ratusan bahkan milyaran rupiah dapat dengan bebas berkeliaran di luar penjara dan menikmati fasilitas-fasilitas mewah.Sekarang ini di Indonesia hukum ibarat dagangan yang dapat diperjualbelikan. Dimana  apabila dia terkena hukum pidana cukup mengeluarkan uang maka dia akan terbebas. Disini hukum hanya memihak kepada orang-orang yang beruang bukan pada kebenaran. Para penegak hukum memang telah melaksanakan tujuan dan fungsi hukum, tetapi masih banyak penegak hukum yang tidak peduli dengan hakikat tujuan dan fungsi hukum itu sendiri. Sehingga masih banyak terjadi penyimpangan hukum di Indonesia.
Sumber
Kansil,C.S.T.1986.Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management